"Kalau besok aku sudah tua, sering-sering ketemu aku ya.”
Tiga bulan lalu, dua orang adik kandung
uti, yang datang ke pulau Sumatera bersama uti beberapa puluh tahun yang lalu,
meninggalkan kami semua tuk selamanya. Waktu itu,
uti sudah kembali ke Jawa bersamaku hingga saat ini. Kabar duka itu ternyata membawa sedih yang
berlarut untuk uti. Kesehariannya, beliau tidak pernah menampakkan, tapi hari ini
mungkin sudah tidak bisa beliau bendung lagi..
Kemarin lusa, aku pulang bersama Mas Wildan.
Dia adalah kakak kandungku. Sesampai dirumah sudah malam, aku baru bertemu uti keesokan harinya. Ekspresi beliau berbeda dari kami bertemu seminggu sebelumnya. Uti terlihat
lebih pendiam, sedih, bahkan mood maemnya turun. Padaal biasanya, uti selalu
semangat kalau kita maem bareng.
Malam ini, aku duduk di meja makan belakang
karena mengurangi volume sound acara lingkungan rumah yang super duper keras kalau didengar dari kamar. Tiba-tiba uti duduk disampingku, beliau bilang “aku
rene, kok ditinggal adik-adikku”. Maksud uti, pas uti sudah kembali ke Pulau
Jawa, adik-adik beliau meninggal. Itu ungkapan
rasa sedih beliau, yang langsung membuatku kaget. Kami ngobrol sebentar sambil
membesarkan hati uti. Beliau berjalan ke kamar, sambil menutup pintu kamar beliau.
Aku dan ibuku mencoba membuka, tangan beliau
masih berusaha menahan engsel pintu itu dengan maksud biar ngga bisa dibuka oleh
siapapun dari luar. Selang beberapa saat, aku nyoba buka pintu itu, posisi uti tiduran
sambil nutup mata pakai jilbab yang selalu beliau kenakan. Boboklah aku
disampingnya sambil mendinginkan hatinya lagi dengan kata-kataku yang penuh
harapan agar beliau ngga larut dalam sedih. Beliau cerita masa kecilnya dengan
adik-adiknya itu. Aku menjadi larut dalam ceritanya sampai air mataku ndabisa dibendung
lagi.
Uti adalah tipe orang yang ndamau nunjukkan sedih ke orang lain, sabar, dan baru cerita kalau orang lain yang nanyain. Dari cerita ini, ada reminder yang kudapat dari ibu dan uti. Bagaimanapun saudara kandung adalah seorang yang membawa banyak kenangan mulai kita lahir, bertumbuh, hingga usia tua. Cerita perjuangan selalu ada bersamanya. Begitupun orang tua.
Kata ibuku, “Kapanpun ada waktu luang, sempetin pulang ya nduk meskipun sehari dua
hari. Bertemu, cerita, dan becanda itu bikin orangtua marem dan ngga kesepian.”
Kubagikan cerita ini untuk sudara kandungku. Aku berpesan, “kalau besok aku sudah tua, kita sering-sering ketemu aku ya mbak Yo, mas Wil.” (sambil terharu dan menangis)
Komentar
Posting Komentar